PENGERTIAN KEBEBASAN
(sumber :
http://mas-hanief.blogspot.com/2010/09/ada-banyak-pengertian-kebebasan-dan.html)
Ada banyak
pengertian ‘kebebasan’ dan pengertian yang paling sederhana dan klasik adalah
‘tidak adanya larangan.’ Meskipun demikian, konsep dasar ‘kebebasan’ juga harus
memperhatikan ‘tidak adanya intervensi’ dari kebebasan yang telah dilakukan
tersebut terhadap kebebasan orang lain. Jadi ada dua kebebasan yang seimbang,
yakni bebas untuk melakukan dan bebas untuk tidak diintervensi oleh tindakan
tersebut.
Lebih
jauh, Kamus John Kersey mengartikan bahwa ‘kebebasan’ adalah sebagai
‘kemerdekaan, meninggalkan atau bebas meninggalkan.’ Artinya, semua orang bebas
untuk tidak melakukan atau melakukan suatu hal. Pengertian yang lebih banyak
memiliki unsur-unsur hukum bisa dilihat dari definisi ‘kebebasan’ dari Kamus
Hukum Black. Menurut Black, ‘kebebasan’ diartikan sebagai sebuah kemerdekaan
dari semua bentuk-bentuk larangan kecuali larangan yang telah diatur didalam
undang-undang. Kesimpulannya adalah manusia mempunyai hak untuk bebas selama
hak-hak tersebut tidak bertentangan dengan larangan yang ada didalam hukum.
Berkaitan dengan pendapat sebelumnya bahwa larangan atau intervensi hanya boleh
dilakukan dengan memperhatikan asas proporsionalitas dan non diskriminasi.
Berdasarkan
definisi-definisi tersebut diatas, kebebasan didalam hak asasi manusia adalah
kebebasan untuk meninggalkan atau mengerjakan sesuatu hal seperti yang telah
diatur didalam instrumen-instrumen internasional tentang hak asasi manusia.
Dalam kaitannya dengan kebebasan beragama, setiap individu mempunyai kebebasan
seperti yang diatur didalam instrumen internasional seperti hak untuk menganut,
berpindah, mempertahankan atau tidak memeluk suatu keyakinan apapun seperti
yang telah diatur didalam instrumen internasional tentang hak atas kebebasan
beragama.
Memang kebebasan manusia harus diatur
didalam perundang-undangan. Tetapi jika ternyata sebuah produk
perundang-undangan tersebut mengandung intervensi yang diskriminatif, maka
selayaknya perundang-undangan itu tidak bisa diterapkan. Ini dikarenakan
dimensi kebebasan tersebut akan terbatasi oleh peraturan-peraturan yang bisa
menghilangkan kebebasan manusia.
Instrumen internasional hak asasi
manusia yang mengatur kebebasan positif adalah Kovenan Hak Sipil dan Politik.
Pasal 2 (3) dari Kovenan tersebut berbunyi;
setiap negara anggota Kovenan ini berjanji:
setiap negara anggota Kovenan ini berjanji:
a) Menjamin
bahwa setiap orang yang hak-hak atau kebebasannya diakui dalam Kovenan ini
dilanggar, harus memperoleh upaya pemulihan yang efektif, walaupun pelanggaran
tersebut dilakukan oleh orang-orang yang bertindak dalam kapasitas resmi;
b) Menjamin,
bahwa setiap orang yang menuntut upaya pemulihan tersebut harus ditentukan
hak-haknya itu oleh lembaga peradilan, administratif, atau legislatif yang
berwenang, atau oleh lembaga berwenang lainnya yang diatur oleh sistem hukum
negara tersebut, dan untuk mengembangkan segala kemungkinan upaya penyelesaian
peradilan;
c) Menjamin,
bahwa lembaga yang berwenang tersebut harus melaksanakan penyelesaian hukum
apabila dikabulkan.
Pasal
tersebut secara implisit menjamin kebebasan yang positif karena mewajibkan
negara anggota untuk menyediakan ‘perbaikan’ bagi seseorang yang hak-haknya
telah dilanggar. Pasal tersebut menjadi sumber hukum yang mengatur tentang hak
dan kewajiban negara untuk melindungi dan menjamin hak asasi manusia setiap
orang yang ada di wilayah hukumnya. Hal ini dikarenakan pasal tersebut
memberikan seperangkat peraturan yang harus dilakukan oleh negara ketika
implementasi hak asasi manusia didalam wilayah hukumnya telah dilanggar. Pasal
ini juga menyediakan ruang bagi individu-individu yang dilanggar hak dan
kebebasannya untuk menuntut upaya pemulihan hukum dari pemerintah.
Negara,
didalam konteks ini bebas melakukan semua jenis kebijakannya selama tidak
melanggar hak dan kebebasan warga negaranya. Ketika kebijakan tersebut
melanggar, maka negara berdasarkan aturan yang ada di pasal 2 (3) Kovenan
berkewajiban untuk menyediakan seperangkat kebijakan lainnya untuk memulihkan
pelanggaran tersebut.
Sedangkan
kebebasan dalam bentuknya yang negatif terdiri dari unsur ‘bebas untuk’
melakukan semua hal yang bisa membuat seseorang menjadi ‘manusia yang bebas.’
Hukum, moralitas atau nilai-nilai sosial yang mengatur tentang dilarangnya
semua jenis intervensi mengandung unsur kebebasan negatif. Aturan-aturan
tersebut melindungi hak seseorang untuk bebas dari semua bentuk intervensi yang
dapat mengganggu kebebasannya. Misalnya, aturan hukum yang melarang intervensi
negara yang bisa mengganggu kebebasan individu-individu didalam jurisdiksinya.
Berdasarkan konsep kebebasan negatif ini, kebebasan setiap individu untuk
menjadi atau melakukan apa yang mereka inginkan harus dilindungi dan dijamin
oleh negara. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah untuk menjamin hak
tersebut adalah melalui perundang-undangan. Selain itu, perlindungan hukum
tersebut harus dibuktikan dengan tindakan nyata pemerintah berupa
kebijakan-kebijakan negara yang ditujukan untuk menegakan hukum.
Berkenaan
dengan kebebasan dalam bentuk yang positif, pasal tersebut mengharuskan negara
anggota Kovenan untuk ‘berjanji’ didalam menjamin hak dan kebebasan yang diatur
didalam Kovenan. Klausul ‘berjanji’ didalam terminologi hukum adalah negara
harus tunduk kepada ketentuan yang ada didalam sebuah perundang-undangan yang
mengikatnya. Artinya, negara yang meratifikasi Kovenan ini diwajibkan untuk
menjaga dan memberikan hak dan kebebasan semua individu-individu yang ada
didalam wilayah hukumnya.
Kata
‘menjamin’ adalah sebuah bentuk perintah hukum dari Kovenan kepada
negara-negara anggota untuk melaksanakan semua hak dan kebebasan yang diatur
didalam Kovenan dengan memperhatikan prinsip non diskriminasi. Kata ‘menjamin’
didalam terminologi hukum tidak saja terbatas pada perlindungan aparatur negara
terhadap individu-individu melainkan juga harus dijamin didalam
perundang-undangan. Dua jenis jaminan tersebut harus berjalan beriringan karena
ketika salah satu tidak ada maka ‘jaminan’ tersebut tidak akan terlaksana.
Misalnya, sebuah perundang-undangan yang menjamin hak kebebasan beragama harus
disertai dengan perlindungan aparatur negara kepada setiap individu yang
memeluk agama dan memanifestasikan kepercayaan mereka.
Sedangkan mengenai kebebasan dalam bentuk yang negatif, pasal ini mewajibkan negara untuk menghargai dan menghormati hak asasi manusia di wilayah kedaulatannya, bukan saja untuk warga negaranya melainkan juga terhadap warga negara asing yang ada didalam jurisdiksi kedaulatan negaranya. Jika kebebasan dalam bentuk yang positif lebih menekankan pada peran aktif pemerintah didalam menjamin hak dan kebebasan individu melalui perundang-undangan dan tindakan nyata, kebebasan dalam bentuknya yang negatif lebih menekankan pada ‘ketidak adanya’ intervensi pemerintah terhadap hak dan kebebasan individu. Negara harus bisa menahan diri untuk tidak mencampuri kebebasan individu yang telah diatur didalam Kovenan. Salah satu sebabnya adalah hak dan kebebasan tersebut merupakan manifestasi dari hukum alam atau memuat unsur-unsur jus cogens yang sudah senyatanya dimiliki oleh setiap individu.
Sedangkan mengenai kebebasan dalam bentuk yang negatif, pasal ini mewajibkan negara untuk menghargai dan menghormati hak asasi manusia di wilayah kedaulatannya, bukan saja untuk warga negaranya melainkan juga terhadap warga negara asing yang ada didalam jurisdiksi kedaulatan negaranya. Jika kebebasan dalam bentuk yang positif lebih menekankan pada peran aktif pemerintah didalam menjamin hak dan kebebasan individu melalui perundang-undangan dan tindakan nyata, kebebasan dalam bentuknya yang negatif lebih menekankan pada ‘ketidak adanya’ intervensi pemerintah terhadap hak dan kebebasan individu. Negara harus bisa menahan diri untuk tidak mencampuri kebebasan individu yang telah diatur didalam Kovenan. Salah satu sebabnya adalah hak dan kebebasan tersebut merupakan manifestasi dari hukum alam atau memuat unsur-unsur jus cogens yang sudah senyatanya dimiliki oleh setiap individu.
Kata
menghargai dan menghormati sebenarnya memposisikan negara dibawah individu.
Negara harus bisa menjadi pelayan sekaligus sebagai pihak keamanan yang harus
melayani kebebasan dan hak individu-individu didalamnya selama hak dan
kebebasan itu tidak melanggar prinsip diskriminasi yang ada didalam hak asasi
manusia. Kekuasaan negara yang diletakan berada dibawah kekuasaan individu
tersebut dimaksudkan agar kekuasaan yang sifat dasarnya adalah otoriter tidak
bisa mengintervensi hak-hak dan kebebasan individu-individu didalamnya.
Menghargai
atau menghormati manusia bisa dalam berbagai bentuk. Seperti misalnya tidak
melarang hak individu-individu untuk berbicara, tidak menghukum mereka sebelum
proses pengadilan, tidak mendiskriminasi seseorang karena perbedaan latar
belakang dan sebab-sebab lainnya. Memberikan hak dan kebebasan kepada orang
lain selama tidak bertentangan dengan kepentingan umum adalah sebuah bentuk
pemberian kebebasan yang negatif. Oleh karena itu, hak untuk tidak dihukum
sebelum pembuktian pengadilan, hak untuk berbicara, dan hak untuk mendapatkan
perlakukan yang tidak diskriminatif bisa dikategorikan kedalam hak-hak negatif.
MOTIVASI HIDUP : KEBEBASAN POSITIF DAN KEBEBASAN
NEGATIF
(sumber :
wordpress.com/Agusiswoyo)
Beberapa tahun yang
lalu seorang filsuf politikus terkemuka, Isaiah Berlin, membuat suatu perbedaan
yang jelas antara kebebasan positif dan kebebasan negatif. Keduanya
mempengaruhi motivasi hidup seseorang dalam lingkungan tertentu. Kebebasan negatif
adalah bebas dari hambatan, kebebasan, perintah oleh orang lain. Kebebasan
positif adalah tersedianya kesempatan untuk menjadi penentu untuk kehidupan
Anda sendiri dan untuk membuatnya bermakna dan signifikan.
Kerap
kali kedua jenis kebebasan ini dapat berjalan beriringan. Jika hambatan yang
dihadapi dalam mencapai kebebasan itu cukup kaku, maka motivasi hidup seseorang
tidak akan sanggup mencapai kebebasan yang sebenarnya. Namun kedua jenis
kebebasan ini tidak selalu berjalan berdampingan. Ada kalanya kebebasan positif
dan kebebasan negatif bekerja saling bertentangan sehingga bersifat destruktif(merusak,
memusnahkan atau menghancurkan) terhadap motivasi hidup.
Di
dalam buku Amartya Sen yang berjudul
Development as Freedom, ia membedakan
nilai penting pilihan untuk mencapai motivasi hidup, di dalam dan dari dirinya
sendiri, dari peran fungsional yang dimainkan oleh pilihan dalam kehidupan
kita. Ia mengatakan bahwa daripada mengeramatkan kebebasan memilih, kita
harusnya bertanya pada diri sendiri apakah kebebasan tersebut mengembangkan
kita atau jusrtu menjerumuskan kita. Ibarat seekor anak ayam yang dilepas dari
induknya, bisa saja dengan kebebasan yang didapatkan malah membuatnya masuk
dalam kandang macan.
Kebebasan
merupakan hal yang esensial bagi harga diri, partisipasi publik, mobilitas
masyarakat, pertumbuhan potensi, mengembangkan kompetensi, dan motivasi hidup
seseorang. Setiap orang terlahir dengan beragam bentuk kebebasan hidup untuk
menentukan identitas diri dalam meraih mimpi dan harapan hidup. Sebaik-baik
kebebasan hidup adalah kebebasan positif yang bisa memberi beragam manfaaat
bagi pemiliknya.
UKURAN KEBEBASAN MASYARAKAT
(sumber : wikipedia)
Kebebasan dan tanggung jawab
Kebebasan memiliki pengertian yaitu kemampuan menentuan diri sendiri tanpa dihalangi oleh
pihak lain.
Dua bentuk kebebasan
1. Kebebasan eksistensial : bebas untuk menentukan diri
snediri (sifatnya positif). Jenisnya :
Ø kebebasan jasmani : bebas bergerak secara fisik.
Ø kebebasan rohano : Bebas berfikir dan menghendaki
sesuatu.
keduanya saling berhubungan.
Makna kebebasan eksistensial
v Mampu mewujudkan apa yang dikehendakinya.
v Dapat menentukan tindakannya sendiri dan apa yang mau
diperbuatnya.
v Dapat memilih antara berbagai kemungkinan yang terbuka
baginya.
v Mampu menentukan dirinya sendiri (otonom).
v Sebagai ungkapan martabat manusia.
2. Kebebasan sosial :Bebas dari hambatan dri pihak lain (sifatnya
negatif). Jenisnya :
Ø Kebebasan jasmani :
kemungkinan untuk bertindak tidak dibatasi oleh paksaan fisik.
Ø Kebebasan rohani :
tidak mengalami tekanan atu ancaman.
Ø Kebebasan normatif :
tidak berada dibawah suatu aturan (norma).
Pembatasan kebebasan
Secara jasmani : dengan paksaan fisik, secara rohani : dengan tekanan, secara normatif: dengan aturan. Pembatasan secara fisik dan psikis : meniadakan kebebasan
ekstensial. Pembatasan secara normatif:
tetap menghargai kebebbasan ekstensial manusia (pembatasan wajar).
Alasan pembatasan normatif
ini :
·
Hak
atas kebebasan yang sama
·
Kepentingan
bersama
Untuk
menguatkan norma perlu ada sanksi (hukum). Sanksi yang dapat diambil dengan tindakan fisik (atau materi). Manipulasi
psikis (tekanan, ancaman, hasutan) tidak dibenarkan, karena akan merusak
manusia dari dalam.
Kebebasan eksensial dan
tanggung jawab
Kebebasan sosial berarti
bahwa masyarakat menyediakan ruang gerak bagi kebebasan ekstensial kita. Kebebasan
ekstensial berarti bahwa kita mengisi ruang itu (dengan sikap dan tindakan)
yang bertanggung jawab. Yang paling utama kita tidak merusak hak dan
kebahagiaan orang lain (negatif), melaksanakan kewajiban serta apa yang
diharapkan dari kita (positif).
Sering kali kita
berpendapat bahwa melaksanakan tanggung jawab atau kewajiban objektif membuat
tidak bebas. Menolak bertanggung jawab berarti menolak melakukan apa yang sudah
dia sadari sebagai yang baik, yang bernilai dan sekaligus yang harus dia
lakukan. Mengapa orang menolak tanggung jawab ? karena dia tidak mampu
melepaskan diri dari segala hambatan yang membelengunya. Menolak bertangung
jawab tidaklah membuat orang lebih bebas. Kebebasan justru semakin bisa
dirasakan atau ditemukan dalam melaksanakan tanggung jawab.
KEBEBASAN
MELANGGAR NORMA
Tidak jarang kebebasan disalah persepsikan. Tanpa
aturan, tanpa adanya hak-hak orang lain, dan berujung merugikan orang lain. Dibawah
ini adalah beberapa kasus kesalahan penggunaan kebebasan, namun sejauh ini
sudah diatur oleh Undang-Undang.
1. Pornografi
(Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pornografi)
Undang-Undang Pornografi (sebelumnya saat masih berbentuk rancangan bernama Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan
Pornoaksi, disingkat RUU APP,
dan kemudian menjadi Rancangan
Undang-Undang Pornografi) adalah suatu produk hukum berbentuk undang-undang yang mengatur mengenai pornografi (dan pornoaksi pada awalnya). UU ini disahkan menjadi undang-undang dalam Sidang Paripurna DPR pada 30
Oktober 2008.
Selama
pembahasannya dan setelah diundangkan, UU ini maraknya mendapatkan penolakan
dari masyarakat. Masyarakat Bali berniat akan membawa UU ini ke Mahkamah Konstitusi.
Gubernur Bali Made Mangku Pastika
bersama Ketua DPRD Bali Ida Bagus Wesnawa dengan tegas menyatakan menolak Undang-Undang Pornografi
ini. Ketua DPRD Papua Barat
Jimmya Demianus Ijie mendesak Pemerintah untuk membatalkan Undang-Undang
Pornografi yang telah disahkan dalam rapat paripurna DPR dan mengancam Papua
Barat akan memisahkan diri dari Indonesia. Gubernur NTT, Drs. Frans
Lebu Raya menolak pengesahan dan pemberlakuan
UU Pornografi.
2.
Eutanasia
(Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Eutanasia)
Eutanasia (Bahasa Yunani: ευθανασία -ευ, eu yang artinya "baik",
dan θάνατος, thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan
kehidupan manusia
atau hewan
melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa
sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang
mematikan.
Aturan
hukum
mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah seiring
dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan perawatan atau tindakan medis. Di
beberapa negara, eutanasia dianggap legal,
sedangkan di negara-negara lainnya dianggap melanggar hukum. Oleh
karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat selalu
diterapkan tanpa memandang status hukumnya.
3.
Hak Cipta
(Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta)
Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah
hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil
penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan
"hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan
pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan.
Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak
cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau
"ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama,
serta karya
tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari,
balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan,
gambar, patung,
foto, perangkat
lunak komputer, siaran radio
dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain
industri.
Hak
cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk
melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan
yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum,
konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam
ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus
melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau
menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt
Disney tersebut, namun tidak melarang
penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
Di
Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta,
yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku"
(pasal 1 butir 1).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar