Kamis, 22 Agustus 2013

KEBEBASAN



PENGERTIAN KEBEBASAN
(sumber : http://mas-hanief.blogspot.com/2010/09/ada-banyak-pengertian-kebebasan-dan.html)
                Ada banyak pengertian ‘kebebasan’ dan pengertian yang paling sederhana dan klasik adalah ‘tidak adanya larangan.’ Meskipun demikian, konsep dasar ‘kebebasan’ juga harus memperhatikan ‘tidak adanya intervensi’ dari kebebasan yang telah dilakukan tersebut terhadap kebebasan orang lain. Jadi ada dua kebebasan yang seimbang, yakni bebas untuk melakukan dan bebas untuk tidak diintervensi oleh tindakan tersebut.
            Lebih jauh, Kamus John Kersey mengartikan bahwa ‘kebebasan’ adalah sebagai ‘kemerdekaan, meninggalkan atau bebas meninggalkan.’ Artinya, semua orang bebas untuk tidak melakukan atau melakukan suatu hal. Pengertian yang lebih banyak memiliki unsur-unsur hukum bisa dilihat dari definisi ‘kebebasan’ dari Kamus Hukum Black. Menurut Black, ‘kebebasan’ diartikan sebagai sebuah kemerdekaan dari semua bentuk-bentuk larangan kecuali larangan yang telah diatur didalam undang-undang. Kesimpulannya adalah manusia mempunyai hak untuk bebas selama hak-hak tersebut tidak bertentangan dengan larangan yang ada didalam hukum. Berkaitan dengan pendapat sebelumnya bahwa larangan atau intervensi hanya boleh dilakukan dengan memperhatikan asas proporsionalitas dan non diskriminasi.
            Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas, kebebasan didalam hak asasi manusia adalah kebebasan untuk meninggalkan atau mengerjakan sesuatu hal seperti yang telah diatur didalam instrumen-instrumen internasional tentang hak asasi manusia. Dalam kaitannya dengan kebebasan beragama, setiap individu mempunyai kebebasan seperti yang diatur didalam instrumen internasional seperti hak untuk menganut, berpindah, mempertahankan atau tidak memeluk suatu keyakinan apapun seperti yang telah diatur didalam instrumen internasional tentang hak atas kebebasan beragama.
            Memang kebebasan manusia harus diatur didalam perundang-undangan. Tetapi jika ternyata sebuah produk perundang-undangan tersebut mengandung intervensi yang diskriminatif, maka selayaknya perundang-undangan itu tidak bisa diterapkan. Ini dikarenakan dimensi kebebasan tersebut akan terbatasi oleh peraturan-peraturan yang bisa menghilangkan kebebasan manusia.
Instrumen internasional hak asasi manusia yang mengatur kebebasan positif adalah Kovenan Hak Sipil dan Politik. Pasal 2 (3) dari Kovenan tersebut berbunyi;
setiap negara anggota Kovenan ini berjanji:

a)      Menjamin bahwa setiap orang yang hak-hak atau kebebasannya diakui dalam Kovenan ini dilanggar, harus memperoleh upaya pemulihan yang efektif, walaupun pelanggaran tersebut dilakukan oleh orang-orang yang bertindak dalam kapasitas resmi;

b)      Menjamin, bahwa setiap orang yang menuntut upaya pemulihan tersebut harus ditentukan hak-haknya itu oleh lembaga peradilan, administratif, atau legislatif yang berwenang, atau oleh lembaga berwenang lainnya yang diatur oleh sistem hukum negara tersebut, dan untuk mengembangkan segala kemungkinan upaya penyelesaian peradilan;

c)      Menjamin, bahwa lembaga yang berwenang tersebut harus melaksanakan penyelesaian hukum apabila dikabulkan.
            Pasal tersebut secara implisit menjamin kebebasan yang positif karena mewajibkan negara anggota untuk menyediakan ‘perbaikan’ bagi seseorang yang hak-haknya telah dilanggar. Pasal tersebut menjadi sumber hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban negara untuk melindungi dan menjamin hak asasi manusia setiap orang yang ada di wilayah hukumnya. Hal ini dikarenakan pasal tersebut memberikan seperangkat peraturan yang harus dilakukan oleh negara ketika implementasi hak asasi manusia didalam wilayah hukumnya telah dilanggar. Pasal ini juga menyediakan ruang bagi individu-individu yang dilanggar hak dan kebebasannya untuk menuntut upaya pemulihan hukum dari pemerintah.
            Negara, didalam konteks ini bebas melakukan semua jenis kebijakannya selama tidak melanggar hak dan kebebasan warga negaranya. Ketika kebijakan tersebut melanggar, maka negara berdasarkan aturan yang ada di pasal 2 (3) Kovenan berkewajiban untuk menyediakan seperangkat kebijakan lainnya untuk memulihkan pelanggaran tersebut.
            Sedangkan kebebasan dalam bentuknya yang negatif terdiri dari unsur ‘bebas untuk’ melakukan semua hal yang bisa membuat seseorang menjadi ‘manusia yang bebas.’ Hukum, moralitas atau nilai-nilai sosial yang mengatur tentang dilarangnya semua jenis intervensi mengandung unsur kebebasan negatif. Aturan-aturan tersebut melindungi hak seseorang untuk bebas dari semua bentuk intervensi yang dapat mengganggu kebebasannya. Misalnya, aturan hukum yang melarang intervensi negara yang bisa mengganggu kebebasan individu-individu didalam jurisdiksinya. Berdasarkan konsep kebebasan negatif ini, kebebasan setiap individu untuk menjadi atau melakukan apa yang mereka inginkan harus dilindungi dan dijamin oleh negara. Beberapa cara yang bisa dilakukan adalah untuk menjamin hak tersebut adalah melalui perundang-undangan. Selain itu, perlindungan hukum tersebut harus dibuktikan dengan tindakan nyata pemerintah berupa kebijakan-kebijakan negara yang ditujukan untuk menegakan hukum.
            Berkenaan dengan kebebasan dalam bentuk yang positif, pasal tersebut mengharuskan negara anggota Kovenan untuk ‘berjanji’ didalam menjamin hak dan kebebasan yang diatur didalam Kovenan. Klausul ‘berjanji’ didalam terminologi hukum adalah negara harus tunduk kepada ketentuan yang ada didalam sebuah perundang-undangan yang mengikatnya. Artinya, negara yang meratifikasi Kovenan ini diwajibkan untuk menjaga dan memberikan hak dan kebebasan semua individu-individu yang ada didalam wilayah hukumnya.
            Kata ‘menjamin’ adalah sebuah bentuk perintah hukum dari Kovenan kepada negara-negara anggota untuk melaksanakan semua hak dan kebebasan yang diatur didalam Kovenan dengan memperhatikan prinsip non diskriminasi. Kata ‘menjamin’ didalam terminologi hukum tidak saja terbatas pada perlindungan aparatur negara terhadap individu-individu melainkan juga harus dijamin didalam perundang-undangan. Dua jenis jaminan tersebut harus berjalan beriringan karena ketika salah satu tidak ada maka ‘jaminan’ tersebut tidak akan terlaksana. Misalnya, sebuah perundang-undangan yang menjamin hak kebebasan beragama harus disertai dengan perlindungan aparatur negara kepada setiap individu yang memeluk agama dan memanifestasikan kepercayaan mereka.

            Sedangkan mengenai kebebasan dalam bentuk yang negatif, pasal ini mewajibkan negara untuk menghargai dan menghormati hak asasi manusia di wilayah kedaulatannya, bukan saja untuk warga negaranya melainkan juga terhadap warga negara asing yang ada didalam jurisdiksi kedaulatan negaranya. Jika kebebasan dalam bentuk yang positif lebih menekankan pada peran aktif pemerintah didalam menjamin hak dan kebebasan individu melalui perundang-undangan dan tindakan nyata, kebebasan dalam bentuknya yang negatif lebih menekankan pada ‘ketidak adanya’ intervensi pemerintah terhadap hak dan kebebasan individu. Negara harus bisa menahan diri untuk tidak mencampuri kebebasan individu yang telah diatur didalam Kovenan. Salah satu sebabnya adalah hak dan kebebasan tersebut merupakan manifestasi dari hukum alam atau memuat unsur-unsur jus cogens yang sudah senyatanya dimiliki oleh setiap individu.

            Kata menghargai dan menghormati sebenarnya memposisikan negara dibawah individu. Negara harus bisa menjadi pelayan sekaligus sebagai pihak keamanan yang harus melayani kebebasan dan hak individu-individu didalamnya selama hak dan kebebasan itu tidak melanggar prinsip diskriminasi yang ada didalam hak asasi manusia. Kekuasaan negara yang diletakan berada dibawah kekuasaan individu tersebut dimaksudkan agar kekuasaan yang sifat dasarnya adalah otoriter tidak bisa mengintervensi hak-hak dan kebebasan individu-individu didalamnya.
            Menghargai atau menghormati manusia bisa dalam berbagai bentuk. Seperti misalnya tidak melarang hak individu-individu untuk berbicara, tidak menghukum mereka sebelum proses pengadilan, tidak mendiskriminasi seseorang karena perbedaan latar belakang dan sebab-sebab lainnya. Memberikan hak dan kebebasan kepada orang lain selama tidak bertentangan dengan kepentingan umum adalah sebuah bentuk pemberian kebebasan yang negatif. Oleh karena itu, hak untuk tidak dihukum sebelum pembuktian pengadilan, hak untuk berbicara, dan hak untuk mendapatkan perlakukan yang tidak diskriminatif bisa dikategorikan kedalam hak-hak negatif.

MOTIVASI HIDUP : KEBEBASAN POSITIF DAN KEBEBASAN NEGATIF
(sumber : wordpress.com/Agusiswoyo)
            Beberapa tahun yang lalu seorang filsuf politikus terkemuka, Isaiah Berlin, membuat suatu perbedaan yang jelas antara kebebasan positif dan kebebasan negatif. Keduanya mempengaruhi motivasi hidup seseorang dalam lingkungan tertentu. Kebebasan negatif adalah bebas dari hambatan, kebebasan, perintah oleh orang lain. Kebebasan positif adalah tersedianya kesempatan untuk menjadi penentu untuk kehidupan Anda sendiri dan untuk membuatnya bermakna dan signifikan.
            Kerap kali kedua jenis kebebasan ini dapat berjalan beriringan. Jika hambatan yang dihadapi dalam mencapai kebebasan itu cukup kaku, maka motivasi hidup seseorang tidak akan sanggup mencapai kebebasan yang sebenarnya. Namun kedua jenis kebebasan ini tidak selalu berjalan berdampingan. Ada kalanya kebebasan positif dan kebebasan negatif bekerja saling bertentangan sehingga bersifat destruktif(merusak, memusnahkan atau menghancurkan) terhadap motivasi hidup.
            Di dalam buku Amartya Sen yang berjudul Development as Freedom, ia membedakan nilai penting pilihan untuk mencapai motivasi hidup, di dalam dan dari dirinya sendiri, dari peran fungsional yang dimainkan oleh pilihan dalam kehidupan kita. Ia mengatakan bahwa daripada mengeramatkan kebebasan memilih, kita harusnya bertanya pada diri sendiri apakah kebebasan tersebut mengembangkan kita atau jusrtu menjerumuskan kita. Ibarat seekor anak ayam yang dilepas dari induknya, bisa saja dengan kebebasan yang didapatkan malah membuatnya masuk dalam kandang macan.
            Kebebasan merupakan hal yang esensial bagi harga diri, partisipasi publik, mobilitas masyarakat, pertumbuhan potensi, mengembangkan kompetensi, dan motivasi hidup seseorang. Setiap orang terlahir dengan beragam bentuk kebebasan hidup untuk menentukan identitas diri dalam meraih mimpi dan harapan hidup. Sebaik-baik kebebasan hidup adalah kebebasan positif yang bisa memberi beragam manfaaat bagi pemiliknya.

UKURAN KEBEBASAN MASYARAKAT
(sumber : wikipedia)

Kebebasan dan tanggung jawab
Kebebasan memiliki pengertian yaitu kemampuan menentuan diri sendiri tanpa dihalangi oleh pihak lain.
Dua bentuk kebebasan
1.      Kebebasan eksistensial : bebas untuk menentukan diri snediri (sifatnya positif). Jenisnya :
Ø  kebebasan jasmani : bebas bergerak secara fisik.
Ø  kebebasan rohano : Bebas berfikir dan menghendaki sesuatu.
keduanya saling berhubungan.
Makna kebebasan eksistensial 
v  Mampu mewujudkan apa yang dikehendakinya.
v  Dapat menentukan tindakannya sendiri dan apa yang mau diperbuatnya.
v  Dapat memilih antara berbagai kemungkinan yang terbuka baginya.
v  Mampu menentukan dirinya sendiri (otonom).
v  Sebagai ungkapan martabat manusia.

2.      Kebebasan sosial :Bebas dari hambatan dri pihak lain (sifatnya negatif). Jenisnya :
Ø  Kebebasan jasmani      : kemungkinan untuk bertindak tidak dibatasi oleh paksaan fisik.
Ø  Kebebasan rohani        : tidak mengalami tekanan atu ancaman.
Ø  Kebebasan normatif    : tidak berada dibawah suatu aturan (norma).
Pembatasan kebebasan
            Secara jasmani : dengan paksaan fisik, secara rohani : dengan tekanan, secara normatif: dengan aturan. Pembatasan secara fisik dan psikis : meniadakan kebebasan ekstensial. Pembatasan secara normatif: tetap menghargai kebebbasan ekstensial manusia (pembatasan wajar).
Alasan pembatasan normatif ini :
·         Hak atas kebebasan yang sama
·         Kepentingan bersama
            Untuk menguatkan norma perlu ada sanksi (hukum). Sanksi yang dapat diambil dengan  tindakan fisik (atau materi). Manipulasi psikis (tekanan, ancaman, hasutan) tidak dibenarkan, karena akan merusak manusia dari dalam.
Kebebasan eksensial dan tanggung jawab
            Kebebasan sosial berarti bahwa masyarakat menyediakan ruang gerak bagi kebebasan ekstensial kita. Kebebasan ekstensial berarti bahwa kita mengisi ruang itu (dengan sikap dan tindakan) yang bertanggung jawab. Yang paling utama kita tidak merusak hak dan kebahagiaan orang lain (negatif), melaksanakan kewajiban serta apa yang diharapkan dari kita (positif).
            Sering kali kita berpendapat bahwa melaksanakan tanggung jawab atau kewajiban objektif membuat tidak bebas. Menolak bertanggung jawab berarti menolak melakukan apa yang sudah dia sadari sebagai yang baik, yang bernilai dan sekaligus yang harus dia lakukan. Mengapa orang menolak tanggung jawab ? karena dia tidak mampu melepaskan diri dari segala hambatan yang membelengunya. Menolak bertangung jawab tidaklah membuat orang lebih bebas. Kebebasan justru semakin bisa dirasakan atau ditemukan dalam melaksanakan tanggung jawab.

KEBEBASAN MELANGGAR NORMA
Tidak jarang kebebasan disalah persepsikan. Tanpa aturan, tanpa adanya hak-hak orang lain, dan berujung merugikan orang lain. Dibawah ini adalah beberapa kasus kesalahan penggunaan kebebasan, namun sejauh ini sudah diatur oleh Undang-Undang.
1.      Pornografi
(Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Undang-Undang_Pornografi)
           
            Undang-Undang Pornografi (sebelumnya saat masih berbentuk rancangan bernama Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi, disingkat RUU APP, dan kemudian menjadi Rancangan Undang-Undang Pornografi) adalah suatu produk hukum berbentuk undang-undang yang mengatur mengenai pornografi (dan pornoaksi pada awalnya). UU ini disahkan menjadi undang-undang dalam Sidang Paripurna DPR pada 30 Oktober 2008.
            Selama pembahasannya dan setelah diundangkan, UU ini maraknya mendapatkan penolakan dari masyarakat. Masyarakat Bali berniat akan membawa UU ini ke Mahkamah Konstitusi. Gubernur Bali Made Mangku Pastika bersama Ketua DPRD Bali Ida Bagus Wesnawa dengan tegas menyatakan menolak Undang-Undang Pornografi ini. Ketua DPRD Papua Barat Jimmya Demianus Ijie mendesak Pemerintah untuk membatalkan Undang-Undang Pornografi yang telah disahkan dalam rapat paripurna DPR dan mengancam Papua Barat akan memisahkan diri dari Indonesia. Gubernur NTT, Drs. Frans Lebu Raya menolak pengesahan dan pemberlakuan UU Pornografi.
2.      Eutanasia
(Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Eutanasia)
           
            Eutanasia (Bahasa Yunani: ευθανασία -ευ, eu yang artinya "baik", dan θάνατος, thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang mematikan.
            Aturan hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah seiring dengan perubahan norma-norma budaya maupun ketersediaan perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, eutanasia dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini, pembatasan dan prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status hukumnya.
3.      Hak Cipta
(Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta)
           
            Hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
            Hak cipta berlaku pada berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau "ciptaan". Ciptaan tersebut dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri.
            Hak cipta merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah orang lain yang melakukannya.
            Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum, konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam ciptaan tersebut. Sebagai contoh, hak cipta yang berkaitan dengan tokoh kartun Miki Tikus melarang pihak yang tidak berhak menyebarkan salinan kartun tersebut atau menciptakan karya yang meniru tokoh tikus tertentu ciptaan Walt Disney tersebut, namun tidak melarang penciptaan atau karya seni lain mengenai tokoh tikus secara umum.
            Di Indonesia, masalah hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini, Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak cipta adalah "hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku" (pasal 1 butir 1).








Tidak ada komentar:

Posting Komentar